Senin, 03 Juni 2013

Patofisiologi Spinal Arteriovenous Lesion

Spinal arteriovenous lesion dapat menimbulkan gejala yang berhubungan dengan myelopathy (defisit dari sensorik dan motorik, bladder dan bowel dysfunction), nyeri radikular atau defisit radikular, back pain, atau deformitas dari columna spinalis. Perdarahan, venous hypertension, arterial steal, dan efek massa merupakan mekanisme yang mungkin sehingga terjadinya kerusakan spinal cord, dan mekanisme ini berbeda pada setiap lesi. Perdarahan dapat terjadi pada parenkim spinal cord dan/atau subarachnoid space, sehingga onset defisit neurologis yang terjadi akut. Resiko perdarahan lebih tinggi terjadi pada spinal cord AVM. Large spinal cord AVF dan giant spinal cord AVF, cervical DAVF, dan intracranial DAVF dengan perimedullary venous drainage dapat juga terjadi perdarahan, tetapi small spinal cord AVF dan thoracic atau lumbal DAVF jarang sekali terjadi perdarahan.4,5 Spinal artery aneurysma dan intranidal aneurysma mempunyai resiko yang tinggi terjadi perdarahan.6 Sedangkan spinal AVM yang mempunyai intracranial venous drainage, sangat jarang ditemukan perdarahan intracranial.7 Venous hypertension biasanya berhubungan erat dengan arteriovenous lesion dengan perimedullary venous drainage.

         Lesi klasik yang berhubungan dengan venous hypertension yaitu spinal DAVF, tetapi fenomena ini dapat juga ditemukan pada semua lesi yang mempunyai perimedullary venous drainage, seperti pial AVF pada spinal cord atau beberapa intracranial dural AVF. Tekanan pada vena preimedullary secara abnormal akan meningkat akibat direct arteriovenous shunt, dan peningkatan tekanan ini akan ditransmisikan ke vena intrinsic spinal cord akibat tidak adanya valve, sehingga timbullah “arterialization” dari vena-vena intrinsik ini, lalu terjadilah penebalan serta tortuous dari dinding vena, penurunan gradien intramedullary arteriovenous pressure, penurunan tissue perfusion, dan berujung pada hipoxia spinal cord.8 Sebagai tambahan, hilangnya autoregulasi dari pembuluh darah intrinsic akan berakibat edema spinal cord dan terganggunya blood-cord barrier.9 Karena conus medullaris adalah bagian terendah dari spine pada posisi berdiri, venous hypertension biasanya timbul di daerah ini, ditambah lagi tidak adanya sistem katup pada vena. Tekanan di draining vein berubah seiring tekanan pada arterial, sehingga akan timbul gejala bila penderita melakukan gerakan. Venous hypertension dapat dikonfirmasi dengan angiografi melalui arteri Adamkiewicz dimana akan menunjukan prolong yang cukup lama pada venous phase.10 Lesi dengan high-flow arteriovenous shunt dapat menyebabkan fenomena stealing arterial dari jaringan spinal cord normal di sekitarnya.11 Lesi pada aspek dorsal yang diperdarahi anterior spinal arteri juga rentan terhadap fenomena steal ini, dikarenakan adanya potensi yang rendah dari kolateral arteri. Efek massa jarang menjadi mekanisme yang menyebabkan myelopathy. Large aneurysma12 dan large dilated vein/varices yang dapat ditemui pada giant spinal cord AVF dapat menekan spinal cord ataupun nerve root.

Presentasi Klinis
     85% pasien datang dengan presentasi klinis defisit neurologis (back pain yang berhubungan dengan progresif sensitif loss dan kelemahan anggota gerak bawah bulan hingga tahun). Tetapi, spinal vascular malformation (SVM) hanya menenmpati < 5% lesi yang menunjukan suatu spinal cord “tumor”. 10-20% SVM datang dengan keluhan sudden onset myelopathy, terutama pada pasien yang berumur < 30 tahun., sekunder dari perdarahan (yang menyebabkan sub arachnoid hemorrhage, hematomyelia, epidural hematoma, atau watershed infarction). Coup de poignard of Michon = sudden excruciating back pain dengan SAH (tanda klinis adanya SVM)
       Foix-Alajouanine syndrome (subacute necrotic myelopathy) yaitu suatu acute atau subacute penurunan neurologis pada pasien dengan SVM tanpa adanya tanda perdarahan. Presentasi klinisnya berupa spastic hingga flaccid paraplegia, dengan ascending sensory level loss dan hilangnya sphinchter control. Awalnya diduga sebagai spontaneous thrombosis AVM yang menyebabkan subacute necrotizing myelopathy dan tidak reversible. Walaupun begitu, data terbaru menyebutkan bahwa myelopathy diduga karena venous hypertension dengan secondary ischemia, dan mungkin terdapat perbaikan tanpa dilakukan terapi.
         Dengan pemeriksaan auskultasi di daerah spine akan didapatkan bruit pada 2-3% kasus. Cutaneous angioma di daerah spine ditemukan pada 3-25%; valsava maneuver dapat memberikan penambahan kemerahan dari angiomanya.

Evaluasi Spinal Vascular Malformation
              Spinal angiografi sangat dibutuhkan untuk menentukan perencanaan terapi. Sebaiknya dilakukan di center yang menangani kasus SVM. MRI dapat mendeteksi beberapa SVM dengan tingkat sensitifitas dan keamanan yang lebih tinggi dibandingkan angiografi, tetapi tidak cukup untuk merencanakan suatu terapi. 82% MRI menunjukan gambaran flow void di extramedulla. Berbagai derajat intensitas sinyal cord enhancement (mulai dari venous congestion atau venous infarction). Negative MRI tidak mengeluarkan suatu lesi untuk pertimbangan sebagai suatu SVM.
          Myelography umumnya menunjukan serpiginous intradural filling defect. Secara umum mengungguli pemeriksaan MRI. Jika dilakukan, pasien sebaiknya dilakukan myelography dengan posisi prone dan supine (untuk menghindari terlewatnya suatu kecurigaan dorsal AVM). Resiko perdarahan akibat puncture dari arteri/vena yang berdilatasi bila dilakukan puncture dengan jarum myelography.


... Neoplastic Vascular Lesions

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More