Pendahuluan
Approach
tradisional ke fossa posterior tidak memungkinkan akses langsung ke lokasi
kompleks lesi baik di lateral skull base, cerebellopontine angle (CPA), atau
clivus. Untuk mengurangi retraksi otak dan memungkinkan complete resection,
banyak approach yang dikembangkan dari arah lateral dan anterior brain stem dan
cerebellum. Semua approach ini merrupakan kombinasi dan variasi dari
transtemporal bone route. Tidak seperti craniotomy di
lokasi lain, titik masuk ke fossa posterior melalui tulang temporal mempunyai
masalah khusus bagi pembedah jika internal carotid artery (ICA ), sigmoid sinus (SS), cranial nerves VII
dan VIII, dan struktur khusus untuk pendengaran dan keseimbangan, akan
dipertahankan. Walaupun banyak istilah nomenclature dari approach ini, hanya
sedikit beberapa yang membedakan diantaranya. Pilihan approach diambil
berdasarkan pada lokasi, tipe, dan perluasan dari lesi. Approach yang terbaik
ke arah lesi harus berdasarkan pada approach standar yang direkomendasikan
sehingga meminimalkan cedera terhadap struktur normal. Berdasarkan inilah,
transtemporal approach menggambarkan diseksi anatomis yang saling berhubungan,
dengan sedikit perbedaan satu sama lain antara masing-masing approach.
Karenanya disarankan untuk saling bekerjasama antara neurosurgeon dan
otologist. Pada artikel ini hanya akan dibahas retolabyrinthine approach.
Retrolabyrinthine approach
Terdapat
tiga jenis retrolabyrinthine approach (Vrionis FD, 2006) :
- Presigmoid
approach
- Transsigmoid
approach
- Retrosigmoid
(Suboccipital) approach
Presigmoid
approach
Retrolabyrinthine presigmoid
approach pertama kali diperkenalkan oleh Hitselberger dan Pulec pada tahun
1972, dan dipopulerkan oleh Silverstein dan Norrel pada tahun 1977 dan House et
al. pada tahun 1984. Approach ini dilakukan melalui mastoid air cell, dengan
elevasi dural flap diantara labyrinth dan sinus sigmoid. Konsep dari prosedur
ini berdasarkan arah masuk ke CPA anterior dari SS, sehingga mengurangi
retraksi cerebellar. Awalnya digunakan untuk partial sectioning dari serabut
saraf sensoris nerve V pada kasus trigeminal neuralgia. Juga dapat digunakan
pada selective sectioning vestibular divison dari cranial nerve VIII pada
penanganan vertigo dan endolymphatic duct surgery. Dapat pula digunakan, pada
kasus tertentu, untuk mereseksi tumor acoustic berukuran kecil dimana fungsi
pendengaran masih tetap dipertahankan.
Keuntungan utama pada approach ini yaitu
memberikan akses langsung ke CPA tanpa mengorbankan fungsi pendengaran dan
retraksi cerebellar yang minimal. Kerugiannya yaitu ekspos yang terbatas, yang
bisa diperluas dengan meretraksi sinus sigmoid
atau mastoid air space (crowded mastoid).
Transsigmoid
approach
Approach ini dapat digunakan sebagai
bagian dari posterior transpetrosal approach. Eksposure dapat diperluas dengan
meligasi sinus sigmoid, biasanya diantara superior dan inferior sinus petrosus
atau diantara superior anastomotic vein (vein of Labbé) dan superior petrosal
sinus. Karenanya superior anastomotic vein akan mendrainage secara retrograde
ke dalam tranverse sinus dan ke dalam jugular system kontralateral.
Preoperative angiogram atau MR venogram sangat esensial untuk memastikan
patensi dari torcular. Secara umum, sinus nondominan dengan adanya torcular
yang paten dapat dikorbankan pada kasus selektif. Temporary clipping pada sinus
sigmoid direkomendasikan untuk meng-asses kemungkinan timbulnya temporal lobe
atau cerebellar swelling. Sinus sigmoid dapat dibuka dan di-pack dengan
Surgicel dan lumennya kemudian disuture, atau dapat diligasi dan diclip.
Penelitian pada cadaver dan angiografi menunjukan bahwa insidensi dari unilateral
transverse sinus sangat jarang (2,5%), dan absence dari hubungan ke torcular
bahkan lebih jarang. Walaupun begitu, kemungkinan buruk dari meligasi
unilateral sinus sigmoid, preoperative angiogram atau MR venogram sangat
direkomendasikan.
Retrosigmoid
approach
Retrosigmoid approach, juga dikenal
sebagai lateral suboccipital approach, bukanlah true transtemporal approach.
Approach ini sangat familiar bagi neurosurgeon dan approach tradisional untuk
reseksi tumor didaerah CPA. Approach ini memberikan arah masuk yang luas ke
fossa posterior dengan maksimal eksposure terhadap tumor seperti misalnya pada
vestibular schwannoma. Dengan approach ini, struktur neurovascular dari
temporal bone dapat dihindari meskipun harus meretraksi cerebellum.
Perkembangan teknik monitoring menggunakan metoda evoked-response telah
meningkatkan praktek dari approach ini.
Translabyrinthine Approach
Pertama kali diperkenalkan pada
tahun 1904 oleh Panse, yang mengatakan bahwa approach ini adalah yang terpendek
untuk mencapai CPA. Pada tahun 1961, William House melakukan middle fossa
approach untuk mereseksi vestibular schwannoma yang berlokasi lateral di dalam
IAC dengan ekstensi minimal ke CPA. Karena terbatasnya eksposure, insidensi
facial paresis, retraksi lobus temporal, dan terbatasnya pengontrolan terhadap
struktur vascular, House memperkenalkan translabyrinthine approach untuk
reseksi vestibular schwannoma. Approach ini lebih ke lateral dan memberikan
kontrol langsung dari facial nerve dengan men-drill melalui labyrinth. House
menyatakan bahwa vertical crest (Bill’s bar) di lateral end dari IAC sebagai
landmark. Perbedaan antara superior dan inferior vestbular nerve akan mudah
terlihat pada approach ini.
Variasi dari translabyrinthine
approach antara lain lebih mengekspos sinus sigmoid dengan mobilisasi dari
jugular bulb, men-drilling infralabyrinthine air cells untuk memperluas akses
pada tumor yang berukuran besar. Kemungkinan untuk mempreservasi fungsi
pendengaran masih memungkinkan dengan approach ini, walaupun telah mengablasi
semua ketiga semicircular canal dengan preservasi dari cochlea dan saccula,
namun dengan fungsi pendengaran yang agak menurun. Variasi lain dari
translabyrinthine approach yaitu dengan menambahkan suboccipital approach
dengan partial labyrinthectomy, sehingga hanya menyisakan visualisasi dari
Bill’s bar dan lateral IAC.
Salah satu keuntungan dari
translabyrinthine approach dibandingkan dengan middle fossa approach yaitu
setelah men-drilling labyrinth, tumor akan langsung terlihat bersama dengan
superior dan inferior vestibular nerve. Dan karena facial nerve terletak di
anterior, akan menjadi terlindungi. Sebaliknya pada middle fossa
approach,facial nerve akan berada di bawah dura. Keuntungan approach ini
dibandingkan suboccipital approach yaitu minimalnya retraksi cerebellar,
sehingga untuk tumor berukuran besar dan reseksi tumor diperkirakan akan
memakan waktu lama, postoperatif cerebellar edema, hematoma atau infark akan
minimal. Kerugian pada approach ini yaitu tambahan waktu operasi dalam
melakukan labyrinthectomy dan rusaknya fungsi pendengaran.
Indikasi
Translabyrinthine Approach
Tujuan dari translabyrinthine
approach yaitu mengekspos IAC dan CPA melalui labyrinth tanpa memasuki middle
ear. Tumor berukuran besar yang menempati IAC dan CPA dapat dicapai dengan
approach ini. Karenanya fungsi pendengaran dan keseimbangan akan dikorbankan.
Sehingga approach ini diindikasikan hanya pada vestibular schwannoma yang
fungsi pendengarannya tidak mungkin kembali (speech reception treshold > 50
db dan speech discrimination score < 50%). Approach ini ideal untuk
vestibular neurectomy untuk intractable vertigo ketika fungsi pendengaran telah
hilang. Untuk pasien dengan fungsi pendengaran yang normal, approach ini
dikontraindikasikan.
Infralabyrinthine
Approach
Pada tahun 1985, Gherini et al.
memperkenalkan infralabyrinthine approach untuk surgical management pada
cholesterol granuloma yang berlokasi di petrous apex dan CPA. Tujuan approach
ini untuk mempermudah akses ke arah petrous apex yang berada inferior dari
labyrinth. Approach ini juga dapat digabungkan dengan suboccipital approach
untuk reseksi meningioma di petrous ridge dengan ekstensi ke dalam temporal
bone, tetapi tidak mengenai labyrinth, sehingga fungsi pendengaran masih dapat
dipreservasi.
Komplikasi
dan Kerugian
Jika jugular bulb berada pada posisi
yang tinggi, akses di bawah labyrinth dan di atas jugular bulb menjadi
terbatas. Evaluasi preoperatif yang baik menggunakan CT dengan resolusi tinggi
sangat berguna. Pengukuran jarak antara labyrinth dan jugular bulb pada
potongan coronal akan sangat berguna; dimana jarak kurang dari 1 cm akan
memberikan keterbatasan akses untuk dapat mencapai total reseksi, sehingga
disarankan menggunakan approach lain (misal transcanal-infracochlear).
Komplikasi yang dapat timbul antara
lain cedera terhadap facial nerve, carotid artery, jugular bulb, dan labyrinth.
Pada kasus cholesterol granuloma, dapat menimbulkan scar dan granuloma-nya
sendiri dapat rekuren.
Korelasi Anatomi - External
Cranial Landmarks
Untuk mencapai optimal exposure dari mastoid
region pada retrolabyrinthine approach, surgeon harus dapat menentukan lokasi
dari incisi dengan mempalpasi external osseus landmark (Figure 1A). External
acoustic meatus, zygomatic arch, external occipital protuberance (inion), dan mastoid
process harus teridentifikasi. Garis khayal yang melintang dari zygoma ke inion
akan melewati tepat superior dari external acoustic meatus dan memotong,
berturut-turut, linea temporalis (supramastoid crest), asterior, dan superior
nuchal line. Linea temporalis, tonjolan tulang yang berasal dari root zygoma,
berjalan hampir paralel terhadap zygomatic arch hingga ke asterior.
Supramastoid crest ini menandakan batas superior dari tulang mastoid dan
menjadi lantai dari fossa media. Perpanjangan ke posterior dari linea
temporalis berhubungan dengan aspek posterior terluar dari mastoid body.
Asterior merupakan landmark dari transverse-sigmoid junction dan merupakan
pertemuan dari tiga sutura: lambdoid, parietomastoid, dan occipitomastoid. Superior
nuchal line menjadi landmark dari sinus transversus dan menjadi origo dari
cervical muscle ke occiput.
Mastoid emissary vein biasanya mulai
ada sekitar 1 cm inferior dari asterion dan sedikit ke anterior dari sutura
occipitomastoid. Vena ini menghubungkan sinus sigmoid dengan cutaneous venous
plexus dan dapat menjadi sumber perdarahan dan berpotensi menyebabkan emboli
udara jika terobek.
Ketika fascia, sternocleidomastoid muscle
dan splenius capitus muscles yang melekat di mastoid tip telah dibebaskan,
seluruh landmark tulang harus diidentifikasi sebelum mastoidectomy dilakukan.
Landmark yang harus diidentifikasi yaitu root zygoma, external auditory meatus,
linea temporalis, mastoid emissary foramen, asterior, dan spine of Henle
(Figure 1B). Spine of Henle, atau suprameatal spine, adalah small horizontal
ridge tulang yang terletak di posterior-superior rim dari external auditory
meatus. Landmark ini bersama cribrose area, menjadi jalur ke mastoid antrum,
yang terletak sekitar 15 mm ke dalam dari spine of Henle.
Ketika semua struktur telah
terekspos dan dura dibuka, akan terlihat brain stem dimana origin dan cisternal
segmen dari VII-VIII cranial nerve complex akan terlihat di cerebellopontine
angle. Loop dari anterior inferior cerebellar atery (AICA) kadang dapat
ditemukan bersama-sama dengan complex saraf ini.
Indikasi
·
Retrolabyrinthine
approach adalah approach yang mempreservasi fungsi pendengaran dengan cara
melakukan mastoidectomy dan skletonization dari sinus sigmoid untuk mengekspos
presigmoid duramater dibelakang canalis semicircular.
·
Prinsip
utama dari approach ini yaitu kemampuannya untuk mengekspos secara luar
permukaan dari posterior petrous dan cisternal portion dari cranial nerve VII
dan VIII dengan retraksi minimal dari cerebellum.
·
Retrolabyrinthine
approach biasanya digunakan untuk mengidentifikasi dan mengekspos superior
petrosal sinus, sebagai langkah pertama untuk mengenali bagian tentorium.
·
Biasanya
digunakan untuk tumor-tumor di daerah CPA dan petrous ridge posterior,
vestibular neuronectomy, partial section dari sensory root trigimenal nerve,
fenestrasi symptomatic arachnoid cyst, dan biopsi lesi brain stem.
Kontraindikasi
Approach
ini tidak dapat mengakses internal auditory canal atau apex petrous secara
langsung karena interposisi struktur labyrinthine dan cochlear.
Bersambung ke Bagian 2
0 komentar:
Posting Komentar