Planning dan Positioning
·
Pasien
diposisikan semilateral, dengan ganjal bahu di ipsilateral lesi.
·
Kepala
lalu difiksasi dengan Mayfield head holder dengan dua pin diletakan pada
occipital jauh dari midline. Satu pin diletakan pada dahi ipsilateral, lateral
dari mid-pupillary line, idealnya di belakang garis rambut.
·
Setelah
pin dipasang, kepala diposisikan sehingga daerah yang berada tepat di belakang
pinna berada superior dari mastoid process dan menjadi titik tertinggi dari
kepala pasien. Dengan elevasi bahu ipsilateral yang adekuat, posisi ini akan
tercapai dengan merotasi kepala sedikit ke kontralateral, flkesi leher minimal,
dan elevasi kepala.
Prosedur
·
Kulit diincisi
C-shaped dengan konvex portion dari “C” menghadap posterior. Upper limb dari
incise dimulai tepat superior dari pinna. Ketinggian superior limb ini dapat
diperkirakan dengan menggambar garis dari zygomatic arch ke inion dan permulaan
dari upper limb tepat di atas exernal auditory canal sepanjang garis ini,
dimana sebaiknya berpotongan dengan linea temporalis. Incisi berakhir tepat
inferior dan anterior dari mastoid tip. Apex dari “C” sebaiknya cukup jauh ke
belakang untuk dapat mengekspos seluruh dari asterior, yang berada di sepertiga
dari pinna ke inion.
·
Soft
tissue lalu dielevasi dan diidentifikasi untuk kepentingan landmark. Setelah
diincisi, scalp lalu dipisahkan dari lapisan pericranium dibawahnya dan
dielevasi ke anterior. Pericranial flap lalu diflap ke anterior. Diseksi soft
tissue sebaiknya dilakukan ke arah anterior sampai external auditory canal
dapat terpalpasi. Ketika mastoid process telah terekspos, perlekatan otot
sternocleidomastoid dan splenius capitus dipisahkan secara partial dari mastoid
tip hingga tulang terlihat lengkungannya ke arah medial.
·
Mastoidectomy
dilakukan berbentuk segitiga dengan curvilinear hypotenuse tepat posterior dari
external auditory canal. Superior limb dari segitiga berada parallel dan
inferior dari linea temporalis mulai tepat posterior dari zygomatic root ke
tepat posterior dari asterion. Anterior limb segitiga berada mulai dari titik
anteriormost inferior dari superior limb , mengikuti kurva dari external
auditory canal, berakhir di inferior dari mastoid tip. Posterior limb segitiga,
mulai dari asterior ke mastoid tip. Landmark yang penting yaitu spine of Henle,
tepat posterior dan superior dari external meatus. Titik ini secara kasar merupakan
landmark mastoid antrum dimana semicircular canal dan facial nerve berada.
·
Prosedur
berikutnya yaitu delineation sinodural angle. Setelah ekspos dari sinus dan
dura, epitympanum diekspos dengan drill bermata bor diamond. Bony labyrinth
yang menutupi semicircular canal di-skeletonized secara hati-hati tanpa
mencederai semicircular canal. Ketika batas-batas dari labyrinth telah
ter-delineasi, retrolabyrinthine bone removal lalu dilanjutkan secara aman
hingga sinodural angle teridentifikasi dan duramater middlesigmoid dan
presigmoid yang berdekatan terekspos luas hingga sinodural angle (of Citelli).
·
Prosedur
delineation fallopian canal. Ekspos yang adekuat pada approach ini memerlukan
ekspos duramater presigmoid hingga mencapai jugular bulb. Vertical portion dari
facial nerve berada di jugular bulb dan dura pada daerah ini. Fallopian canal diidentifikasi
anterior dan inferior dari bony labyrinthine di epitympanum. Ketika sudah
teridentifikasi, fallopian canal lalu di-skeletonized dengan diamond drill,
terutama pada permukaan yang lebih dalam dengan drilling mengarah dari rostral
ke caudal, hingga jugular bulb teridentifikasi. Drilling tulang dapat
dilanjutkan hingga batas anteroinferior dimana terletak facial nerve
dibawahnya.
·
Incisi
dura. Duramater diincisi berbentuk C-shape di sekitar epitympanum dengan dasar
tengahnya mengarah ke labyrinth. Sangat penting untuk dapat menidentifikasi
endolymphatic sac dan pada saat melakukan dural flap sehingga aliran
endolymphatic tidak terganggu. Tergantung pada tujuan pembedahan, superior
petrosal sinus dapat dikorbankan sebagai bagian dari tentorial division,dan
dura di fossa media dapat dibuka untuk mendapatkan visualisasi dari apex
petrous, incisura tentorium atau dasar dari fossa media.
Hal yang perlu diperhatikan
·
Akan
banyak ditemukan mastoid emissary veins selama proses diseksi, dan ketika
mendapatkan perdarahan dari salah satu vena ini, lebih baik lanjutkan diseksi
hingga selesai dan tidak menemukan lagi mastoid emissary veins sebelum
menghentikan perdarahan dengan bone wax.
·
Drilling
sebaiknya dimulai dengan large cutting bur dan kemudian dilanjutkan dengan
menggunakan diamond bur untuk mencegah cedera terhadap facial nerve dan sigmoid
sinus apabila struktur ini sudah terlihat.
·
Ukuran
mata drill yang terbesar sebaiknya yang digunakan pada saat drilling karena
ukuran yang besar lebih aman dan mencegah kerusakan apabila mengenai struktur
pembuluh darah atau saraf dibandingkan menggunakan mata drill berukuran kecil.
·
Perhatikan
pada saat memposisikan kepala, untuk mencegah kinking dari jugular vein
kontralateral.
·
Pada
saat diseksi soft tissue, hindari diseksi sampai masuk ke external auditory
canal.
Referensi
1. Sughrue ME, Parsa AT. Retrolabyrinthine
approach in Core Techniques in Operative Neurosurgery. Edited by Rahul J, Paul CM, Peter MB.
Elsevier Saunders, Philadelphia ,
page 122-128, 2011
2. Jumani KT, Banerjee A. Management options
for skull base/petrous apex lesions in Journal of ENT MasterclassYear Book 2008
Vol. 1 No. 1, page 38-44, 2008
3. Bambakidis N, Fernandogonzalez L,
Amin-Hanjani S, Deshmukh VR, Porter RW, Daspit PC, Spetzler AS, Combined skull
base approaches to the posterior fossa, A Technical note, Neurosurg Focus 19
(2):E8, page 1-9, 2005
4. Russell SM, Roland JT, Golfinos JG,
Retrolabyrinthine Craniectomy: The unsung hero of skull base surgery, Skull Base:
An Interdisciplinary Approach / Volume 14, Number 1, page 63-71, 2004
0 komentar:
Posting Komentar