This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 03 Juni 2013

Patofisiologi Spinal Arteriovenous Lesion

Spinal arteriovenous lesion dapat menimbulkan gejala yang berhubungan dengan myelopathy (defisit dari sensorik dan motorik, bladder dan bowel dysfunction), nyeri radikular atau defisit radikular, back pain, atau deformitas dari columna spinalis. Perdarahan, venous hypertension, arterial steal, dan efek massa merupakan mekanisme yang mungkin sehingga terjadinya kerusakan spinal cord, dan mekanisme ini berbeda pada setiap lesi. Perdarahan dapat terjadi pada parenkim spinal cord dan/atau subarachnoid space, sehingga onset defisit neurologis yang terjadi akut. Resiko perdarahan lebih tinggi terjadi pada spinal cord AVM. Large spinal cord AVF dan giant spinal cord AVF, cervical DAVF, dan intracranial DAVF dengan perimedullary venous drainage dapat juga terjadi perdarahan, tetapi small spinal cord AVF dan thoracic atau lumbal DAVF jarang sekali terjadi perdarahan.4,5 Spinal artery aneurysma dan intranidal aneurysma mempunyai resiko yang tinggi terjadi perdarahan.6 Sedangkan spinal AVM yang mempunyai intracranial venous drainage, sangat jarang ditemukan perdarahan intracranial.7 Venous hypertension biasanya berhubungan erat dengan arteriovenous lesion dengan perimedullary venous drainage.

         Lesi klasik yang berhubungan dengan venous hypertension yaitu spinal DAVF, tetapi fenomena ini dapat juga ditemukan pada semua lesi yang mempunyai perimedullary venous drainage, seperti pial AVF pada spinal cord atau beberapa intracranial dural AVF. Tekanan pada vena preimedullary secara abnormal akan meningkat akibat direct arteriovenous shunt, dan peningkatan tekanan ini akan ditransmisikan ke vena intrinsic spinal cord akibat tidak adanya valve, sehingga timbullah “arterialization” dari vena-vena intrinsik ini, lalu terjadilah penebalan serta tortuous dari dinding vena, penurunan gradien intramedullary arteriovenous pressure, penurunan tissue perfusion, dan berujung pada hipoxia spinal cord.8 Sebagai tambahan, hilangnya autoregulasi dari pembuluh darah intrinsic akan berakibat edema spinal cord dan terganggunya blood-cord barrier.9 Karena conus medullaris adalah bagian terendah dari spine pada posisi berdiri, venous hypertension biasanya timbul di daerah ini, ditambah lagi tidak adanya sistem katup pada vena. Tekanan di draining vein berubah seiring tekanan pada arterial, sehingga akan timbul gejala bila penderita melakukan gerakan. Venous hypertension dapat dikonfirmasi dengan angiografi melalui arteri Adamkiewicz dimana akan menunjukan prolong yang cukup lama pada venous phase.10 Lesi dengan high-flow arteriovenous shunt dapat menyebabkan fenomena stealing arterial dari jaringan spinal cord normal di sekitarnya.11 Lesi pada aspek dorsal yang diperdarahi anterior spinal arteri juga rentan terhadap fenomena steal ini, dikarenakan adanya potensi yang rendah dari kolateral arteri. Efek massa jarang menjadi mekanisme yang menyebabkan myelopathy. Large aneurysma12 dan large dilated vein/varices yang dapat ditemui pada giant spinal cord AVF dapat menekan spinal cord ataupun nerve root.

Presentasi Klinis
     85% pasien datang dengan presentasi klinis defisit neurologis (back pain yang berhubungan dengan progresif sensitif loss dan kelemahan anggota gerak bawah bulan hingga tahun). Tetapi, spinal vascular malformation (SVM) hanya menenmpati < 5% lesi yang menunjukan suatu spinal cord “tumor”. 10-20% SVM datang dengan keluhan sudden onset myelopathy, terutama pada pasien yang berumur < 30 tahun., sekunder dari perdarahan (yang menyebabkan sub arachnoid hemorrhage, hematomyelia, epidural hematoma, atau watershed infarction). Coup de poignard of Michon = sudden excruciating back pain dengan SAH (tanda klinis adanya SVM)
       Foix-Alajouanine syndrome (subacute necrotic myelopathy) yaitu suatu acute atau subacute penurunan neurologis pada pasien dengan SVM tanpa adanya tanda perdarahan. Presentasi klinisnya berupa spastic hingga flaccid paraplegia, dengan ascending sensory level loss dan hilangnya sphinchter control. Awalnya diduga sebagai spontaneous thrombosis AVM yang menyebabkan subacute necrotizing myelopathy dan tidak reversible. Walaupun begitu, data terbaru menyebutkan bahwa myelopathy diduga karena venous hypertension dengan secondary ischemia, dan mungkin terdapat perbaikan tanpa dilakukan terapi.
         Dengan pemeriksaan auskultasi di daerah spine akan didapatkan bruit pada 2-3% kasus. Cutaneous angioma di daerah spine ditemukan pada 3-25%; valsava maneuver dapat memberikan penambahan kemerahan dari angiomanya.

Evaluasi Spinal Vascular Malformation
              Spinal angiografi sangat dibutuhkan untuk menentukan perencanaan terapi. Sebaiknya dilakukan di center yang menangani kasus SVM. MRI dapat mendeteksi beberapa SVM dengan tingkat sensitifitas dan keamanan yang lebih tinggi dibandingkan angiografi, tetapi tidak cukup untuk merencanakan suatu terapi. 82% MRI menunjukan gambaran flow void di extramedulla. Berbagai derajat intensitas sinyal cord enhancement (mulai dari venous congestion atau venous infarction). Negative MRI tidak mengeluarkan suatu lesi untuk pertimbangan sebagai suatu SVM.
          Myelography umumnya menunjukan serpiginous intradural filling defect. Secara umum mengungguli pemeriksaan MRI. Jika dilakukan, pasien sebaiknya dilakukan myelography dengan posisi prone dan supine (untuk menghindari terlewatnya suatu kecurigaan dorsal AVM). Resiko perdarahan akibat puncture dari arteri/vena yang berdilatasi bila dilakukan puncture dengan jarum myelography.


... Neoplastic Vascular Lesions

Klasifikasi Spinal Vascular Malformation

Walaupun sudah banyak kontribusi dari berbagai peneliti dan institusi dalam memahami lesi vascular di spinal cord, kita akan menjumpai kebingungan apabila melihat hasil publikasi ataupun seperti yang dijabarkan literatur, dimana nomenclature yang dipakai biasanya tidak sesuai dengan lesi yang ditemukan (Tabel 1).

Tabel 1. Nomenclature lama yang dipakai untuk menggambarkan lesi vaskuler di spinal cord.2

Ada beberapa klasifikasi spinal vascular malformation lain yang diusulkan, antara lain:

The “American/English/France” Connection Classification1
·         Type I (dural AVM, AV-fistula, AVF)
o   Type IA (single arterial feeder)
o   Type IB (two or more arterial feeder)
·         Type II (spinal glomus AVM)
·         Type III (juvenille spinal AVM)
·         Type IV (intradural perimedullary AVM, pial AVF)
o   Subtype I
o   Subtype II
o   Subtype III

Topographic Classification
Berdasarkan topografinya, dibagi menjadi (Tabel 2).

Tabel 2. Klasifikasi topografis untuk spinal arteriovenous lesion.3
Spetzler, et al. Classification
        Klasifikasi ini berdasarkan gambaran patofisiologi, gambaran neuroimaging, pengamatan intraoperatif, dan neuroanatomi, yang dilakukan Spetzler, et al. Klasifikasi ini memberikan beberapa keuntungan. Pertama, klasifikasi ini meliputi semua surgical vascular lesions yang mengenai spinal cord. Kedua, dapat menjadi pertimbangan pemilihan terapi berdasarkan lokasi lesi dan patofisiologinya. Ketiga, klasifikasi ini menghilangkan kebingungan akibat banyaknya istilah nomenklatur yang ditemukan di literatur (Tabel 3).

Tabel 3. Klasifikasi spinal vascular malformation menurut Spetzler, et al.2

Case Report : Spinal Arteriovenous Malformation

Abstrak
        Vascular malformation pada spinal cord dan spinal duramater meliputi 3-4% dari seluruh lesi di spinal cord. Kelainan ini sangat jarang ditemukan, dan kebanyakan pasien datang dengan kondisi klinis yang buruk dan dengan defisit neurologis yang berat, bahkan dapat mengancam jiwa jika tidak segera dikenali dan ditangani dengan baik. Karena sifat alaminya, lesi-lesi vaskuler pada spine kadang sering dilupakan sebagai diagnosis banding pada pasien dengan massa di spinal cord atau dengan kondisi myelopati yang progresif. Pada case report ini, akan dipaparkan satu kasus anak wanita berumur 14 tahun dengan dugaan suatu spinal arteriovenous malformation (spinal AVM), yang akan dibahas perjalan penyakitnya, evaluasi klinis dan penunjang, serta penatalaksanaan terbaik. Diharapkan dari case report ini, kita dapat mengambil pelajaran untuk selalu mempertimbangkan spinal vascular malformation sebagai salah satu diagnosis banding pada pasien dengan myelopati progresif dan terdapat gambaran massa yang terlihat pada pemeriksaan radiologis.

Keyword : Spinal vascular malformation, Spinal arteriovenous malformation

Pendahuluan

        Spinal cord terdiri atas neuronal pathways, glial tissue, dan interwoven vascular structure yang memberikan perfusi ke parenkim spinal.  Spinal cord vascular malformation (arterial dan venous) merupakan suatu jenis heterogen kelainan pembuluh darah yang mengenai parenkim dari spinal cord, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Insidensinya mencapai 3-4% dari seluruh kasus primary intraspinal mass. 80% terjadi antara usia 20 tahun dan 60 tahun.1 Kelompok ini terdiri dari spinal arteriovenous malformation (spinal AVM), dural arteriovenous fistula (spinal AVF), spinal hemangioma, cavernous angioma dan aneurysma. Namun pengelompokan ini juga menjadi membingungkan. Awalnya dipikirkan bahwa kelompok jenis penyakit ini berhubungan dengan koneksi yang abnormal antara arteri dan vena, terlepas dari patofisiologi, symptomatology, penatalaksanaan ataupun prognosisnya. Bahkan, karena pilihan penatalaksanaan berhubungan erat dengan pertimbangan anatomi, dan dari perspektif historis penatalaksanaannya semakin berkembang, pengklasifikasian spinal vascular malformation tetap menjadi perdebatan.

Case Report
      Seorang anak wanita berumur 14 tahun, datang ke Poli Bedah Saraf RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dengan keluhan utama lemah keempat anggota gerak. Dari riwayat perjalanan penyakit didapatkan sejak 6 minggu yang lalu, secara tiba-tiba pasien mengeluh hipestesi pada lengan kanannya yang diikuti dengan kelemahan keempat anggota geraknya 2 minggu kemudian. Tidak ada riwayat trauma ataupun infeksi sebelumnya pada pasien ini. Kelemahan keempat anggota gerak dirasakan semakin memberat hingga 3 minggu yang lalu sehingga pasien menjadi tidak dapat berjalan dan mulai timbul keluhan retensio urine dan defekasi, serta mulai timbul pressure sore di daerah sacrum. Keluarga lalu membawa pasien berobat ke rumah sakit terdekat, dirawat dan dilakukan pengobatan selama 9 hari, serta dilakukan pemeriksaan MRI Cervical. Pasien lalu dirujuk ke Poli Bedah Saraf RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.
        Dari pemeriksaan fisik terdapat pressure sore grade II di daerah sacrum dengan ukuran ± 15 x 10 cm, GCS 15 dengan hipestesi setinggi level dermatom Lumbal 1 ke bawah, dan tetraparese, ekstremitas superior terdapat parese setinggi myotome C8 dan Th1 bilateral dengan kekuatan motorik 0/5, ekstremitas inferior terdapat paraplegi setinggi myotome L2 dan L3 bilateral, dan parese setinggi myotome L4, L5 dan S1 bilateral dengan kekuatan motorik 1/5, dan refleks fisiologis tidak meningkat dan tidak ditemukan refleks patologis. Sacral sparing masih baik, reflex bulbo cavernosus juga masih baik. Propioceptif tidak terganggu dan fungsi otonom terganggu.
      Dari pemeriksaan penunjang, didapatkan lekositosis sebesar 19.000 sel/mL. Kemudian dari pemeriksaan MRI Cervical didapatkan pada T1-WI terdapat massa isointense setinggi C5 – C7, yang dengan pemberian kontras menyangat inhomogen. Pada T2-WI massa memberikan gambaran hiperintense. Massa terletak intramedulla dan cenderung berada di daerah ventral canalis spinalis. Dari gambaran ini disimpulkan massa merupakan suatu spinal vascular malformation (Gambar 1).

Gambar 1. MRI Cervical pasien. Atas A (T1-WI potongan sagittal), B (T1-WI potongan sagittal dengan kontras) ,C (T1-WI potongan axial dengan kontras): Tampak massa isointense setinggi C5 – C7, yang dengan pemberian kontras menyangat inhomogen. Bawah D (T2-WI potongan sagittal), E (T2-WI potongan axial): Massa memberikan gambaran hiperintense. Tampak massa terletak intramedulla dan cenderung berada di daerah ventral canalis spinalis. Disimpulkan massa merupakan suatu spinal vascular malformation
     Pasien lalu direncanakan untuk dilakukan reseksi AVM. Sayangnya, setelah dijelaskan tentang prosedur tata laksana dan komplikasi reseksi spinal AVM kepada keluarga pasien, keluarga pasien menolak dilakukan tindakan.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More